Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2015

Tiba-tiba ingin pulang secepat-cepatnya

Gambar
Jalur Pantai Pasir Putih Malikan (Dok.Pribadi) "Kamu Asli mana?" | Sumatera utara, tinggal dan besar di Bengkulu | Loh, ngapaian ke sini? | *Bengong dan cengir. Dialog tersebut hampir setiap bertemu orang baru terus berulang-ulang. dan saya selalu bengong dan cengir untuk menjawab pertanyaan tersebut. Beberapa meminta diyakinkan berulang kali, kalau saya datang ke sini bukan lagi magang ataupun lagi praktek. kalau saya bilang lagi jalan-jalan, justru banyak yang tidak percaya. kalau saya bilang bekerja, lah responnya justru tertawa. ya jauh bener kalau mau kerja datang ke sini. Iya, makanya saya gak bilang kerja. teman saya malah lebih ngawur, 'Bilang aja bersenang-senang'. Iya, di sini banyak hal memang cukup menyenangkan, tapi toh untuk bersenang-senang, kita butuh banyak ide untuk menghabiskan waktu dengan tidak monoton. Apakah tidak boleh, memilih cara untuk membahagiakan diri? Dan jika hanya untuk mencukupi kebutuhan pribadi, saya tidak perlu jauh-jauh ...

Menjemput Kemerdekaan dan Arwah

Gambar
Dijemput Senja Sidoardjo (dok. pribadi) Pada sebuah kesempatan, terkadang hidup hanyalah menyoal penantian untuk melaju pada kematian-kematian secara bergiliran. ternyata, hembusan nafas dan detakan jantung tidak pernah benar-benar kita tahu kapan berhentinya. Saya ingat, tiga tahun yang lalu, saya merayakan pesta kemerdekaan Republik Indonesia di Puncak Bogor dalam sebuah pertemuan mahasiswa Nasional. dan waktu itu kami sama-sama menyanyikan lagu Indonesia Raya dengan cinta. Tahun berikutnya, saya merayakan upacara bendera bersama seluruh masyarakat Trans talang donok dan sahabat-sahabat yang bertemu dalam perjalanan selama dua bulan menikmati masa-masa penempatan Kuliah Kerja Nyata, waktu itu kami berpesta dengan nasi tumpeng dengan segala rasa. ibu-ibu menamainya tumpeng kemerdekaan, dan sudah pasti memasaknya juga dengan cinta. Tahun lalu, saya bersama orang-orang sunyi lainnya merayakan Kemerdekaan dalam ruang kosong. Hanya ada diri sendiri dan harapan-harapan yang tidak ...

Bahwa 'Mampir' di tempat ini Bukanlah Sembarang Mampir.

Gambar
Bahkan, hingga memasuki delapan belas hari hidup di Ledokombo, saya masih bertanya-tanya, mengapa saya sampai di sini. adalah suatu kemungkinan, jika ini pernah ada dalam rencana. tapi seingat saya, tidak pernah sama sekali. bahkan menyebut namanya saja saya tidak pernah. jangankan menyebut, saya masih sangat asing dan tidak pernah berhasrat untuk lari ke tempat ini. tapi toh, saya benar-benar ada di sini. sudah lebih dari dua minggu, dan tidak ada satu haripun yang saya lewati dengan gerutu. saya menikmatinya sebagai sebuah perjalanan panjang yang tidak pernah selesai. Saya menikmatinya hingga di detik ini. Pun, hingga hari ini, saat gemuruh Raung mulai terdengar sepanjang hari. tanda tidak aman dan sudah pasti sangat bahaya. Saya justru tidak khawatir, walau saya masih bingung, mengapa saya ada di sini. Suaranya begitu jelas, menggelisahkan. Tidak siapapun yang bisa menebak, apa yang akan terjadi ke depan. mengapa saya begitu berani untuk mati konyol di tempat ini. tapi, tidak...

'Rama dan Sinta' : dari Sisa-sisa Perjalanan

Gambar
Pun tidak sengaja, saat ku pamerkan mainan yang ku dapatkan di pintu keluar candi Borobudur pada mas Topo (laki-laki yang bekerja di rumah kreatif #Tanocraft ). seorang ibu tua, menawarkannya dengan wajah iba dan penuh harap sekali beberapa minggu yang lalu. saya tidak pernah cukup mengenal perwayangan, tapi saya suka. Ibu itu menawarkan 'Rama dan Sinta' ini padaku dengan harga yang sebenarnya cukup murah, Rp 90.000,- , tapi dengan cukup tega, ku tawar menjadi Rp 40.000,-. ya. bukan karena tidak menghargai kreatifitas, waktu itu saya plesiran dengan modal pas-pasan. dan wayang kayu ini sepertinya berjodoh dengan saya, dengan harga yang saya tawarkan. harapan saya terakhir saat wayang ini dipertukarkan dengan rupiah adalah semoga ibu itu bahagia, walau harga yang sebenarnya tidak sesuai harapannya.  Waktu itu saya merasa berdosa sekali, karena sudah tega membawanya pulang dengan harga yang mati-matian. yang membuat rasa bersalah saya perlahan meredam adalah semakin kita berja...