Ma, sepertinya aku punya alasan yang cukup kuat malam ini untuk menulisimu lagi. hanya dari jauh, aku bisa mencatatkan. Betapa dekatnya kita. aku tidak cukup berani untuk membacakan puisi di depanmu. Karena aku tahu, kau sangat cengeng dalam hal ini. aku ingat, betapa kau tak ingin aku pergi, dan dengan terpaksa mengiklaskan. Karena kau juga percaya, aku sudah cukup dewasa dan bijaksana dalam memutuskan sesuatu yang menurutku penting. Aku tahu, kita biasa duduk bersama dalam waktu yang cukup lama, dan menikmatinya dengan diam. Saling menatap, tersenyum dan kau tahu, betapa hangatnya pelukanmu. Dan dari sini, jelas sekali kurasakan, betapa sebenarnya aku jadi cengeng saat malam-malam yang sendu. Aku tak bisa dengan mudahnya memanggilmu untuk tidur didekatku dan memelukku erat. Dan malam ini, aku begitu gigil menahan rindu. Aku sudah cukup dewasa kan ma? Aku tidak ingin selalu jadi cengeng. Karena di dekatmu, aku selalu nyaman untuk terlihat jadi perempuan kecil. Dan satu-satunya ca...
sumber: twitter Kevin Sucianto @ KSUC Mengapa saya # StopPerkawinanAnak Penulis selesai pembacaan putusan penolakan permohonan Usia Minimum Perkawinan Anak Sidang putusan permohonan anak terkait "Usia Minimum Perkawinan Anak Perempuan" yang berlangsung kemaren (18/06) di Mahkamah Konstitusi membuat masyarakat kecewa. Penolakan permohonan usia perkawinan anak (dari 16 tahun menjadi 18 tahun) sama sekali tidak bisa diterima begitu saja. beragam persoalan yang sudah diuraikan dengan baik oleh seluruh pemohon dalam laporan atas permohonan usia minimum perkawinan anak perempuan menjadi 18+ tidak membuka mata,hati,pikiran dan kerealistisan para hakim Konstitusi. kalian bisa cek hasil putusannya disini: http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/putusan/30-74_PUU-XII_2014.pd Siapapun yang membaca, sepanjang dia berintelektual, bernurani, berpikir dan netral, pasti mengerti kenapa usia 16+ belum layak menjadi usia min...
Begini, waktu baru pertama kali sadar dan sedikit mengerti kalau lahir di dunia ini harus menuruti aturan yang tidak pernah kita sepakati, saya marah, mau protes dan kenapa haris nurut ? tapi, tidak boleh diutarakan, hanya boleh ditulisi dan diteriaki dalam hati. karena hidup di negara ini harus siap dengan segala tetek bengeknya. lahir menjadi manusia membuat saya harus taat hukum. harus ikut agama pilihan orang tua dan nenek moyang, harus punya surat-surat administrasi bukti kependudukan yang jika kau turuti bisa , harus ikut selera orang-orang yang sudah lebih dahulu lahir. dan bagi yang ingin menentang arus, siap-siap saja dengan segala resiko yang ada. lahir sebagai manusia berarti siap dengan persoalan nilai-nilai, budaya, moral, suku, agama, adat istiadat, dan kesepakatan lingkungan dimana kau beranjak dan tinggal. dan keluar dari kesepkatan berarti menentang aturan sosial. rok mini, atheis, gender, egaliter, aborsi, perawan, pluralis dan banyak kata lain masih terdeng...
Komentar
Posting Komentar