Orang-orang muda yang malang dan gelisah
"Sudah tidak sama lagi seperti
kemaren-kemaren. Alarm harus diatur sedemikian rupa, untuk atur mengatur. Tidak
boleh ada yang terlewatkan. Tidak boleh ada yang berlalu. Bahkan rindu. Hari ke
enam, harusnya sudah bersiap-siap. Tapi saya justru asik bangun rencana dan
masih bersenang-senang, bukankah itu kelewatan?"
Saya masih mencatat dengan baik, apa
yang saya dengar dan lihat, di acara “Dengar kesaksian” tahun 2013 yang lalu,
saya seperti diajak merekam banyak semua kejadian yang berdarah-darah itu, dan
mendengarkan sendiri, bagaimana korban orde baru berguling-guling
memperjuangkan dirinya sendiri. Memang sudah lama berlalu, lama sekali. Tapi mereka
selalu ingat dengan jelas apa yang terjadi. Kejahatan yang menyiksa sampai ke
ubun-ubun, sampai ke tulang-tulang dan persendian. Dan itu pasti sakit sekali. Luka boleh
kita biarkan, nanti sembuh sendiri, tapi kejadian tidak akan pernah bisa
dilupakan. Semua korban mengingat dengan jelas apa yang terjadi, bahkan siapa
pelaku, bagaimana mulanya, bagaimaa caranya, dan dimana mereka disiksa,
pada pukul berapa, serta bagaimana suasannya. Ini bukti, bahwa tidak
ada satu hal pun yang sebenarnya bisa kita lupakan, lalu membiarkan hidup
berjalan datar dan seadanya. Sementara perang batin terus saja menyakitkan.
Lalu hari ini, banyak orang tidak
peduli, banyak orang mencoba mengabaikan, melupaka dan membiarkan. hanya karena
satu hal, bahwa sebagian generasi tidak pernah terlibat di dalamnya, atau tidak
begitu dekat dengan kejadian-kejadian tersebut. ini penting, ini soal pembagian
generasi dan rezim, lalu setelah berpuluh-puluh tahun berlalu, para korban masih
setia dengan harapan-harapan, sementara makin banyak orang lahir tanpa peduli
dan sama sekali tidak tahu. Ini salah siapa? Atau, sebenarnya ini rancangan siapa? Seperti kejahatan-kejahatan
yang sudah terstruktur dan massif. Ini persoalan, ada dua generasi yang
sebenarnya tidak pernah saling terbuka atau berbagi. Ini soal, ada yang
benar-benar merintih minta dikasihani dan minta dipercaya, sementara generasi lain
tidak pernah tahu sama sekali, bahkan mengulang pertanyaan yang sama tiap kali,
apakah benar ini terjadi, atau justru manipulasi. Entah siapa korban, entah
siapa pelaku, yang pasti generasi muda sering kali jadi boomerang atas bangsa
ini.
Akhir dari perjuangan dan perlawanan
ini, justru terletak pada kebenaran ganda. Entah, benar versi siapa. Lalu, yang
muda dipaksa untuk percaya dan sadar. Sementara orang muda tidak pernah mau dipaksa,
mereka suka memilih jalannya sendiri. Bahkan pada pilihan yang sulit, mereka
masih bisa bergosip dan nonton Tv tanpa peduli. Salah siapa?
Lalu, tiap Mei dan September datang,
kita kembali memperdebatkan hal yang sama, terus menerus. Tanpa tahu dimana
dasarnya, bagaimana melawannya. Tiap Agustus kita mempertanyakan ulang konsep kemerdekaan
dan juga merayakannya, bahkan tiap kamis, ibu-ibu dengan payung hitam masih setia
menunggu di pintu istana. Tanpa tahu, kapan harus mengakhirinya. Apakah sabar
memang tidak ada ujungnya?
Saya hanya ingin berpikir ulang,
bagaimana orang muda seharusnya paham, kalau mereka sedang diperebutkan oleh sejarah
yang panjang dan generasi tua yang kebingungan. Tidak pernah ada jalan keluar
yang benar-benar pasti, karena memang sudah tidak ada lagi yang pasti selain
ketidakpastian itu sendiri. lalu kita terombang ambing. Bagaimana orang muda seharusnya lebih peduli pada
dua kenyataan yang terjadi, memilah milih dengan bijaksana dan menentukan
sendiri mereka ada di pihak yang mana. Karena kalau sudah begitu, lawan dan
kawan kita semakin jelas. Sudah terbagi, kita bisa atur strategi. Kenapa hari
ini kita masih asik sendiri?
Lalu, diskusi kita akhiri, kita biarkan berkecamuk dalam hati. karena memperdebatkannya tidak akan pernah ada ujungnya. kita pulang
berjalan kaki sambil menunggu angkutan umum yang tidak lewat-lewat, sementara malam
sudah semakin malam, dan kereta punya waktunya sendiri untuk beroprasi.
#Rumahperteduhan , 15 Mei 2015
Ruru Galery
Komentar
Posting Komentar