Waktu yang sebenarnya tidak ada serta perasaan yang tidak tahu dimana letaknya
Entah karena alasan apa, saya harus menulis
lebih banyak dan lebih jujur dari biasanya. saya sudah lama tidak suka
berpura-pura, tapi saya juga kurang suka mengakui ketidakmampuan saya.
tapi, saya sadar, dan saya belajar, bahwa ketidakmampuan adalah alasan
untuk kita semakin mau belajar. mungkin karena itu, karena kesadaran
itu, saya semakin sadar dan semakin mau belajar. bahwa kenyataannya,
saya memang tidak bisa apa-apa. dan itu harus di akui jauh sebelum
peradaban nanti menjadi baru. agar saya tidak begitu terkejut melihat
diri saya nanti.
Saya belajar, Joesthin garder mengajarkan saya
untuk jujur. untuk mengakui dan menyadari bahwa sebenarnya, kita
terlebih saya memang tidak tahu apa-apa. hanya saja.sering kali kita
menjadi sok tahu dan menjadi tuhan pengetahuan. Shopie mengajarkan
tentang keberanian untuk mengakui bahwa ada begitu banyak elemen di muka
bumi ini yang sama sekali tidak bisa kita jawab dengan sok tahu,
seperti, dimana sebenarnya letak nyawa? atau bagaimana sebenarnya bentuk
cinta?
Siang ini, saya sudah menghabiskan lebih dari setengah
hari yang sudah diberikan. saya merasa bahwa sudah banyak sekali yang
sudah saya kerjakan, walau sebenarnya, masih juga belum terlihat. saya
mulai sadar, sebenarnya, waktu seperti bayang-bayang. dia seolah jelas,
dan pasti. padahal sama sekali tidak tampak. dan mungkin saja tidak ada.
seperti siang ini. tiba-tiba matahari naik ke atas kepala, tapi mendung
di kanan kirinya, dan tiba-tiba waktu menunjukkan pukul 14.00 WIB,
sementara saya masih belum sepertinya mengerjaka apa-apa. saya sudah
bisa tebak, sebentar lagi akan sore, senja, dan gelap lagi. lalu saya
lelah, dan tertidur. dan pada waktu yang sama seperti biasanya, alarm di
hanphone saya akan berbunyi dan membangunkan saya tepat di pukul 05.00
pagi, dan begitulah waktu sebenarnya akan habis. Tepatnya,
berlalu. karena 'habis' hanya akan menunjukkan bahwa waktu itu nyata.
padahal tidak begitu. ia seolah alat penunjuk, yang mengatur segala
sesuatu tapi tidak mengikat. dia hanya ingatan yang membuat kita cukup
tahu, pada saat-saat tertentu, kita ada di posisi yang mana. disuasana
yang mana, di hari keberapa, di tugas yang mana.
Bahkan pada
waktu-waktu tertentu, kita dibiarkan lupa. kita sedang apa dan mau apa.
bahkan kita sering bingung, sebenarnya kita ini siapa. dan kenangan
membuat kita ingat, bahwa kita pernah melakukan hal yang sama di suasana
yang berbeda. begitulah siang ini, segelas kopi hangat
membuat mata saya tidak mengantuk. saya tidak ingin sebenarnya, waktu
yang maya ini berlalu lagi begitu saja. untuk itu, saya coba usahakan,
selelah mungkin saya bekerja. saya ingin lihat, bagaimana sebenarnya
waktu bekerja. saya pernah menghabiskan waktu dengan hanya berdiam saja
di kamar, memejamkan mata tanpa tertidur. saya mengingat semua yang
pernah terjadi, yang pernah hadir, dan yang mampir sesekali. dan waktu
juga berlalu dengan sendirinya. saya pernah mengahbiskan waktu dengan
bekerja keras, melakukan segela sesuatu sampai lupa bernafas dengan
teratur, ingin membunuh waktu tanpa jemu, tapi toh waktu juga berlalu.
Saya
menyadari, sebodoh apapun waktu yang saya gunakan, toh waktu juga
berlalu. sekuat dan secerdas apapun saya memanfaatkannya., waktu juga
akan berlalu. dan kenyataan yang saya temukan adalah bahwa waktu
sebenarnya tidak ada, dia tidak menunggu siapa-siapa, bahkan tidak
mengatur apa-apa. waktu hanyalah ingatan-ingatan kita yang dibentuk
rotasi bumi dengan sendiri. dan itu terjadi setiap hari, makanya tidak
satu orang pun yang tahu, kapan dunia akan berakhir. karena memang waktu
tidak pernah ada. angka, jam, detik dan alat penunjuk yang
kita gunakan hanyalah alat bantu, pengingat. juga sebagai tanda. bahwa
esok di keadaan yang sama, kita dengan mudah menamainya pagi, siang,
sore dan malam. karena kalau angka adalah sesuatu yang pasti, mengapa muncul
bilangan tak terhingga yang siapa saja tidak tahu hasil akhirnya.
Bilangan 'tak
terhingga' adalah kenyataan bahwa sebenarnya, waktu itu benar-benar
tidak ada. atau semacam pembenaran untuk manusia mengakal-ngakali Tuhan.
lahirnya bilangan tak terhingga adalah sebagai bukti, bahwa pikiran
manusia yang terdiri dari rasa ingin tahu itupun sebenarnya terbatas.
tidak mampu menjangkau manusia, dan pada akhirnya saya percaya, bahwa
tidak seorangpun dari manusia yang bisa memastikan kapan Tuhan akan
menamatkan peran dan adegan.
Bilangan 'tak terhingga' adalah
satu-satunya alasan, bahwa sebenarnya kita sendiri tidak bisa memastikan
apa yang terjadi hari ini, besok dan selanjutnya. kemungkinan
terburukpun sering menjadi peluang baik untuk manusia lain dan diri
sendiri. jadi, apa mungkin kita bisa tahu, sampai dimana kuasa Tuhan
bekerja? atau sampai dimana titik terlemah manusia? tidak ada
mesin waktu, yang ada hanyalah ketidak mampuan menjangkau segala
sesuatu. untuk itu kita menciptakan hayalan dan dipikiran-pikiran baru
bahwa ada masanya, di suasana yang juga tidak bisa kita pastikan, bahwa
manusia bisa melihat masa depan dan masa lalu secara bersamaan.
sementara asik berhayal, Tuhan pasti asik sendiri dengan skrip barunya,
siapa memainkan peran apa, dan siapa memerankan di alur yang mana. sementara
kita sibuk mencari kemungkinan-kemungkinan dimana mesin waktu
disembunyikan.
Kata 'Entah', 'mungkin', 'bisa jadi', atau 'oh ya?' adalah
respon yang sebenarnya punya arti ketidakpahaman, ketidaksadaran atau
ketidakmampuan memaknai kenyataan. iya, karena kita sering tidak jujur
mengakui Tuhan dan kenyataan itu sendiri. saya sudah sampai di rabu.
hari ketiga jika benar Tuhan memulai segala sesuatunya pada hari pertama
yang kita namai senin. dan sebentar lagi akan selesai juga. lanjut ke
Kamis, Jumat dan seterusnya.
Setelah kopi saya habiskan, saya
kemudian belajar. bahwa perasaan selalu menjadi bagian yang paling
sulit untuk kita utarakan, dan sekaligus yang paling sakit untuk kita
sembunyikan. dan saya memulainya dengan kembali bertanya, dimana
sebenarnya letak perasaan? langit yang ada mataharinya,
sekarang berganti dengan awan-awan kelabu, kemungkinan akan hujan, dan
bisa juga hanya awan-awan kelabu tanpa ada tanda-tanda baru. dan sudah
pasti, besok di hari selanjutnya, di rotasi yang sama, tentu tidak akan
sama suasannya. mungkin juga akan ada awan-awan kelabu, tapi jelas tidak
sama. untuk itu, saya tidak akan menyimpannya. saya akan membiarkan
awan-awan kelabu di balik jendela yang kayu. saya tidak akan mencurinya,
seperti sukab mencuri senja untuk alina demi cintanya. saya tidak akan
memotong awan-awan kelabu untuk saya tukarkan dengan perasaan. karena
awan-awan kelabu yang sudah pasti ada di sore inipun tidak begitu pasti
apakah melahirkan hujan ataukah tetap dengan awan-awan kelabu sampai
malam.
Lalu, apa yang pasti? apa yang benar-benar nyata? apa yang harus kita simpan? apa yang harus kita lupakan? lalu,
bisakah kita berharap saat langit menghitam., kita munculka senja yang
di curi sukab sehingga melahirkan langit merah di antara kesunyian dan
kegelapan?
Lalu, apakah semua orang akan mengharapkan hal yang
sama untuk satu kejadian yang baru akan terjadi? seperti awan-awan yang
mendung, harus melahirkan hujan mungkin? atau ada pula yang bermimpi
lain, awan-awan yang mendung melahirkan matahari, karena cucian yang
tidak kunjung kering beberapa hari? untuk satu kejadian pun kita tidak
pasti mengharapkan yang mana, bagaimana mungkin kita memiliki mimpi yang
sama?
#Rumahperteduhan #kamartakbernomor , 11 Februari 2015
Terimakasih Ron :)
BalasHapusSalam Kenal