Pertanyaan untuk Cinta si Seno?


Sepertinya baru kemaren dia membacakan satu cerpen tulisan Seno Gumira yang mengupas soal pertanyaan remeh temeh tentang cinta. seperti, seorang yang punya pacar kembali mempertanyakan pacarnya, apakah dia mencintai pasangannya atau mencintai selingkuhannya? siapa sebenarnya yang paling dicintainya? kenapa dia mencintai? apakah dia mau meninggalkan orang yang sudah lama bersamanya? atau mengapa dia begitu bingung untuk memilih? mengapa dia begitu bingung untuk memutuskan? bagaimana cinta bisa bertahan? apakah mereka satu rasa? apakah sungguh-sungguh mencintai? dan begitulah hingga cerpen itu berakhir.
Kami tertawa saat menyelesaikannya. iya. konyol sekali. Bagaimana mungkin dua orang yang saling mencintai kembali mempertanyakan cinta saat mereka sudah memulanya, dan bagaimana rasanya diragukan, saat dua orang yang bersepakat untuk berkomitmen, lalu kemudian berputar-putar di pertanyaan yang sama, bagaimana mungkin?
 
Bagaimana mungkin dua orang yang sedang jatuh cinta yang dihubungkan oleh sambungan telepon bisa bercerita lama sekali, dan mengulang cerita yang itu-itu saja tanpa merasa bosan, dan bagaimana mungkin hanya mendengar suara amarah dari telepon, penerima telepon bisa menangis sejadi-jadinya, sesenggukan dan saat di tenangkan kembali tersenyum dan saling membahas cinta lagi. bagaimana mungkin?

Kami tertawa waktu itu, terbahak-bahak. lucu sekali. dan aneh juga rasanya diragukan dan meragukan komitmen saat dua orang ingin saling mencintai. tapi sudah. kami mengakhirinya dengan tidak mengulas cerita itu lagi. kami hanya mengalihkan dengan cerita selanjutnya.

Pagi ini, aku tak sengaja entah dengan kepentingan apa. mengendarai sepeda motor menuju kampus. kemudian menemukan dia, seorang teman yang kemaren baru saja tertawa terbahak-bahak menertawakan cinta pada cerita si Seno, kini terisak-isak dengan telepon genggam di dekat telinganya. Aku jelas kaget dan bingung. memungkinkan kemungkinan terburuk adalah hal paling menyakitkan. Aku takut menduga-duga. aku datangi dia. Aku mulai dengan pertanyaan pertama, kenapa?. Dia hanya menangis. memelukku erat.dan tetap berjuang mengotak atik telepon genggam hingga terhubung dengan orang yang (sudah pasti) dicintainya. Aku diamkan sejenak.

Dia menangis sambil berharap seseorang diseberang sana membalas panggilannya. saya hanya diam. tidak berkomentar. saya menunggu saja. hingga dia benar-benar mau menceritakannya. dan dia bercerita juga. seseorang di seberang teleponnya, memutuskan komitmen tiba-tiba, karena sesuatu hal yang tidak pernah terbayangkan olehnya. Dia menangis sejadi-jadinya. dia tersedak, meratapi kesialan. entah. sebrengsek itukah cinta? saya menyialkan mengapa seseorang selalu mempertanyakan sesuatu yang sebenarnya dia tahu jawabannya. bagaimana mungkin dua orang yang berjanji untuk saling setia kembali mempersoalkan “apakah benar kau mencintaiku?” entahlah.

Aku seperti mendapat sarapan pagi. kenyang seketika.telepon genggamnya berdering. laki-laki itu meneleponnya. dia menangis lagi. berusaha menjelaskan. berharap hati laki-laki itu menjadi lembut. dan menerima alasan. laki-laki itu tetap mempertanyakan. mengapa ? kok bisa? kamu masih cinta? entahlah.

Sementara teman perempuanku itu tidak tahu mau menjelaskan seperti apa lagi. entah. yang pasti, pagi ini seperti menemukan jawaban. komitmen harus di bangun dari kesadaran dan kepercayaan. dan jangan sekali-kali mempertanyakan keragu-raguan, mungkin kita bisa mendiskusikannya ulang. tapi tidak memutuskan sepihak,  karena memutuskan sepihak adalah yang paling menyakitkan.

iya, saya belajar. belajar banyak. tidak ada komitmen yang mudah. tidak ada yang sungguh-sungguh percaya. tidak ada yang mau disakiti, apa lagi dicurigai. bagaimana mungkin mempertanyakan apakah kau benar-benar mencintaiku di pertengahan perjalanan? sementara sudah ada begitu banyak kenangan yang mengingatkan dan ada waktu yang cukup panjang untuk dijalankan. bagaimana mungkin?


#RumahPerteduhan #LorongBaca #KamarTakBernomor #Lampujalan
February 24, 2015  

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aku Kembali

Surat pertama dalam perjalanan yang panjang

Tolak Permohonan Usia Minimum Perkawinan (Anak Perempuan) : Hakim Konstitusi Apa gak Bisa Baca ya?