Rasanya, aku pernah memiliki kenanagan buruk dengan menulis. Bodohnya, aku benar-benar lepas kendali, dan menghapus semua catatan. tanpa sisa sama sekali. Setelah bertahun-tahun, aku baru sadar, bahwa aku tidak memiliki apa-apa selain catatan. Hanya itu yang aku bisa. dan itu juga yang aku hilangkan. Saat itu, mungkin aku benar- benar putus asa. Rasanya, ada yang membuncah, pecah. aku kehilangan diri ku. diganti kesedihan demi kesedihan dan aku tidak lagi berani mencatat apa-apa. Padahal, cita-cita ku sejak 15 tahun lalu adalah menjadi penulis, menjadi wartawan. Entah fase apa yang ku lewati waktu itu, mungkin patah hati, mungkin kebingungan saat tau bahwa dunia tidak semudah pelajaran- pelajaran kuliah. tidak semudah perdebatan- perdebatan di ruang kelas dan di komunitas. bahwa dunia tidak semudah itu. Aku menemukan diriku yang kacau balau, lalu memilih jalan yang aku tidak tau, ke arah mana. entah ke jalan apa. Tidak ada petunjuk apa-apa. aku tidak memberi nama pada keputus-asaa...
Sumber: Koleksi Pribadi Saya belajar lagi. Sepertinya kembali dicek ulang, dan pertanyaanku tadi pagi terkonfirmasi. Saya terlalu mengharapkan banyak sementara saya tidak melakukan sebanyak-banyaknya yang sudah orang lain lakukan. Tapi persoalannya bukan disitu, saya harusnya kembali bertanya pada diri sendiri, bagaimana harus mengenal siapa saya? Apa yang mau saya kerjakan? dan apa sebenarnya yang saya inginkan? Bukankah bercita-cita adalah kewajiban semua orang? Iya. Seperti sebelum-sebelumnya, Pak Danur memang paling bisa memberi pencerahan. Paling tidak, memberi tahu apa yang seharusnya ku kerjakan, kupelajari dan ku cari tahu. Bukan melarang, tapi apakah saya sadar dan paham betul apa yang sedang saya lakukan. Perbincangan hangat dimulai dengan bertanya kabar, tadi saya jumpai dia setelah kemaren sempat tertunda. Kami membahas soal birokrasi kampus, orang-orang di dalamnya hingga sampai pada kesepakatan bahwa sistem memang tidak bisa kita lawan. Sebaik-baik...
Komentar
Posting Komentar