Tolak Permohonan Usia Minimum Perkawinan (Anak Perempuan) : Hakim Konstitusi Apa gak Bisa Baca ya?

sumber: twitter
Mengapa saya


Penulis selesai pembacaan putusan penolakan permohonan Usia Minimum Perkawinan Anak


Sidang putusan permohonan anak terkait "Usia Minimum Perkawinan Anak Perempuan" yang berlangsung kemaren (18/06) di Mahkamah Konstitusi membuat masyarakat kecewa. Penolakan permohonan usia perkawinan anak (dari 16 tahun menjadi 18 tahun) sama sekali tidak bisa diterima begitu saja. beragam persoalan  yang sudah diuraikan dengan baik oleh seluruh pemohon dalam laporan atas permohonan usia minimum perkawinan anak perempuan menjadi 18+ tidak membuka mata,hati,pikiran dan kerealistisan para hakim Konstitusi.

kalian bisa cek hasil putusannya disini: http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/putusan/30-74_PUU-XII_2014.pd  

Siapapun yang membaca, sepanjang dia berintelektual, bernurani, berpikir dan netral, pasti mengerti kenapa usia 16+ belum layak menjadi usia minimum perkawinan pada anak perempuan. karena Undang-Undang  Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2) UU Perkawinan yang mengatur usia minimun (16+) perkawinan anak perempuan bertentangan dengan Undang-Undang Hak anak yang menyatakan bahwa usia anak adalah sampai pada usia 18+, yang artinya, negara antah berantah ini, menyetujui Perkawinan Anak, hanya dengan alasan bahwa setiap agama, khususnya Islam tidak memiliki batasan usia minimum perkawinan, tetapi yang lazim dikenal adalah aqil baliq, berakal sehat, mampu membedakan yang baik dan yang buruk, sehingga dapat memberikan persetujuannya untuk menikah sebagaimana ditentukan dalam Pasal 16 kompilasi Islam. dan pertanyaan paling penting yang muncul adalah: Bagaimana kita mengukur apakah seorang anak (perempuan) sudah memiliki kriteria yang ditangguhkan?

Dari perspektif psikologis membuktikan, bahwa usia 16+ adalah usia yang sangat rentan bagi anak, untuk mengalami berbagai macam gejala yang muncul atas perkawinan di usia anak tersebut. baik dari kematangan alat reproduksi. kekuatan janin, mental anak dan calon bayi, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan aktivitas seksual di usia anak. Bahkan dari Ekonomi, Pendidikn, sosial dan budaya, tidak ada satu alasanpun yang mendukung bahwa usia minimum perkawinan anak perempuan (16+) memberi dampak positif. 

Kita harus sadar, bahwa di negara ini, anak yang sudah menggendong anak, akan mendapatkan pandangan-pandangan buruk dari tetangga, teman-teman dan bahkan keluarga, sehingga sangat beresiko munculnya tekanan-tekanan psikis dan mental kepada anak. dan mengurangi kesempatan emasnya untuk bersosialisasi dengan lingkungannya. Kita tahu, bahwa di Negara inipun, anak yang sudah menikah, (atau hamil tanpa menikah) tidak memiliki kesempatan besar untuk melanjutkan pendidikannya, lalu muncullah kebodohan, yang mengakibatkan kemiskinan berkelanjutan, karena tidak mampu bekerja, dan tidak berpengalam untuk mengembangkan dirinya. dan akhirnya, bisa kita tebak bersama, terjadilah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), dan ketika KDRT berlangsung terus menerus, akan berakibat pada perceraian dini. lalu, anak yang sudah memiliki anak akan kembali lagi kepada orang tuanya. akan menjadi beban keluarga, dan muncullah kemiskinan berlapis. lalu, letak alasan bahwa menikah di usia anak (16+) sebagai bentuk kemandirian ekonomi keluarga, dilihat darimananya?

Saya tidak percaya, bahwa Hakim Konstitusi yang berjumlah delapan orang itu menolak. entah apapun alasannya. entah apapun yang disembunyikannya. mereka pasti tidak bisa tidur nyenyak satu minggu ini. membayangkan anak-anak perempuannya harus menanggung beban berlipat-lipat ganda, atas putusan penolakan yang mereka sepakati. bahkan Mariana Farida yang saat itu menjadi Hakim Konstitusi perempuan satu-satunya dengan pertimbngan yang berbedanyapun, pasti tidak tidur nyenyak.

Tapi toh, permohonan itu sudah ditolak. dan itu artinya, kita harus kerja lebih banyak, kerja lebih keras, kerja lebih berani. karena dengan alasan dan pertimbangan yang realistis, relevan, dan bukti-bukti yang konkritpun, otak manusia kadang-kadang tak berfungsi apa-apa.

Sidang putusan penolakan "Usia Minimum Perkawinan Pada Anak Perempuan" tersebut melahirkan banyak hal, sejumlah kenaikan Angka Kematian Ibu, Persentasi Kekerasan dalam Rumah Tangga, peningkatan Kemiskinan, dan Peningkatan kematian bayi. dan tetap setialah pada jalan-jalan yang sunyi.

Satu yang saya dan kita semua baca, bahwa negara ini, atas alasan apapun, atas pertimbangan apapun, atas ketajaman analisispun, siapapun harus siap menanggung kekalahan pada pertarungan-pertarungan yang berlangsung setiap hari.

dan kepada perempuan-perempuan di usia anak, bermainlah, bersenang-senanglah, berkejar-kejaranlah di taman, di hutan, di mimpi-mimpi. negara ini memang tidak akan pernah adil untuk kita

#StopPerkawinanAnak #Rumahperteduhan #LorongBaca #KamarTakBernomor #LampuJalan
Gedung Mahkamah Konstitusi , 18 Juni 2015

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aku Kembali

Surat pertama dalam perjalanan yang panjang

Kartu Ulang Tahun untuk Usia ke Sekian