Sebuah catatan lama: Pada Malam Yang Tidak Pernah Tidur
Hujan yang menghantarkan rasa aman pada malam yang pengap ini, karena gigilnya tidak pernah sampai pada hati.
Seandainya kita berhak atas kertas dan pulpen yang kita punya, dan menuliskannya apa saja, kita akan merdeka. Tapi manusia tidak terbiasa dengan aksara. Manusia terbiasa dengan ucap yang tidak menentu bekasnya. Lahirlah keangkuhan. Lahirlah kedengkian dan lahirlah rasa sakit yang harus kita telan sembari makan malam dan sarapan.
Lalu kemudian kita lupa, kembali mengucapkannya lagi tanpa bertanya,
lalu kita menyadari satu hal, bahwa tidak ada seorangpun yang selesai
membaca dirinya sendiri.
Sekarang hanya tersisa rintik hujan, yang tiap tetesnya berkejaran dengan detik jam dinding yang menempel sejak bumi pada hati kita ciptakan. Kita belum sempat belajar, bahwa pada relung-relungnya ada sajak-sajak yang harus kita bacakan, ada ucap yang harus kita dengarkan, ada tanda yang harus kita perhatikan tanpa kita perdebatkan.
Sudah, malam akan semakin larut, sementara mata kita masih saja keluyuran pada huruf dan angka yang bertebaran. Kita tangkap satu persatu. Lalu kita susun jadi benalu dan kita telan sendiri sambil mengucap rindu.
Sekarang hanya tersisa rintik hujan, yang tiap tetesnya berkejaran dengan detik jam dinding yang menempel sejak bumi pada hati kita ciptakan. Kita belum sempat belajar, bahwa pada relung-relungnya ada sajak-sajak yang harus kita bacakan, ada ucap yang harus kita dengarkan, ada tanda yang harus kita perhatikan tanpa kita perdebatkan.
Sudah, malam akan semakin larut, sementara mata kita masih saja keluyuran pada huruf dan angka yang bertebaran. Kita tangkap satu persatu. Lalu kita susun jadi benalu dan kita telan sendiri sambil mengucap rindu.
Akh, Semoga saja tidak terlambat. Karena malam begitu malam untuk segera kita tidurkan dan aku baru tahu satu hal, setelah kata ini tersusun rapi, pastilah kita beranjak tidur, dan malam dengan malamnya akan setia menunggui resah pada subuh yang juga sebentar lagi akan muncul.
Ia, hanya malam yang tidak pernah tidur.
Lalu, kita bisa rasakan hujan mereda, dengus nafas yang lelah, ngigau-ngigau yang entah, dan mungkin sebentar lagi ada yang bangun untuk segera berpindah tidur.
#Rumahperteduhan 26 Februari 2014 pukul 23:55
Komentar
Posting Komentar