Sebuah catatan lama: Menunggu pagi, sendirian
Sebelum benar-benar larut, ada baiknya kita berdoa, Mengucapkan kata sesembah untuk yang Kuasa. Semoga Ia restu pada lelah yang kita istirahatkan sudah sejak lama.
Ada bunyi jangkrik yang mengganggu dengan berisik, sehabis hujan yang mengguyur. Mungkin ia sedang berjemur, sembari menunggu tidur. Kenapa dia ganggu gelisah yang begitu melebur.
Hujan sudah sejak tadi berhenti, sementara angin mulai mencari sepinya sendiri. berehembus kemana ia bersedia tanpa menolaknya terlebih dahulu. Tiap jantung yang berdetak adalah persinggahan. Karena disitu, perlu sedikit sejuk yang harus ditiup.Agar segera meredam menjadi pagi yang sebentar lagi datang.
Iya, kita terbiasa menimpa diri kita sendiri sebagai umpan yang celaka, tanpa bertanya pada Pencipta, apakah kita tercipta untuk celaka?
Bukankah Tuhan adalah Sang Maha, yang menciptakan semua orang dengan segala sesuatu yang baik. tapi mengapa, kita masih saja lupa, kalau derita adalah bagian lain dari hidup. Ia menjadi yang terutama, saat kita mulai mengangkuhkan diri sendiri.
Padahal, ini bukan tentang siapa yang akan jadi penguasa, apalagi tentang siapa yang paling hebat. Tapi tentang bagaimana kita harus jeli menelaah situasi. Mungkin ini yang menjadi alasan, kenapa rakyat sulit percaya pada semua orang yang sudah mulai memamerkan pose cantiknya di stiker yang ditempel sembarangan, mereka hanya tidak tahu cara. Bahwa masyarakat itu tidak perlu menunggu. Apalagi menjadi yang mencalonkan diri, tidak perlu ke salon. Cukup dengan memamerkan diri pada upacara dan perbincangan seputar harga sembako yang naik turun, atau sesekali ikut bergosip dan mendengarkan curhat ibu-ibu yang sedang menawar sayur.
Tapi,memang. Ada rasa yang mulai hilang. Saat kita lupa menutup diri dari jendela yang terbuka. Kita lupa mengenalkan siapa kita, dan nomor berapa saat ditanya.
Akh, setiap kata yang keluar mulai tidak beraturan, sepertinya memang butuh penawar untuk disadarkan.
Apakah saya harus tidur atau bangun?
Belum terlambatkan?
#Rumahperteduhan 27 Februari 2014 pukul 7:39
Komentar
Posting Komentar