Rapat-rapat | Argumen-Argumen | Cinta

Pagi ini saya bergegas ke kantor pemda. Ada rapat koordinasi antar pihak pemerintahan dan non pemerintahan untuk membuat kegiatan GN-AKSA. Kami rapat di Ruang Rapat utama Sekretaris daerah. Semua SKPD dari dinas-dinas terkait hadir tanpa terkecuali. Saya seperti biasa, untung kali ini tidak mengenakan kaos oblong. Kemeja,kins, sepatu kets dan ransel. Ada yang sempat kepo, mungkin aneh karena cuma saya yang gayanya santai sekali, yang hadir para pejabat dengan seragam andalan, beberapa mengenakan batik. 'Lah ini dari mana?' Saya cuek ajak nggak mau menjawab. Saya lanjut aja absen, 'ini dari mana bu?' Dia tanya lagi, tapi dia gak tanya langsung ke saya, dia tanya sama ibu yang jaga absen. Saya pikir menjelaskan siapa saya sebelum masuk tidak begitu penting 'absennya udah, saya masuk ya' kata saya tanpa basa basi. 'Iya silahkan, di pojokan bu, ada kursi kosong' saya masuk dan benar saja, beberapa mata memandang aneh dan mungkin dipikirnya penyusup. Entahlah. Saya terbiasa untuk kurang peduli apa yang orang lain pikirkan, saya suka asik sendiri memang. Saya berjalan ke pojokan dan beberapa menit setalahnya rakor dimulai.

Saya begitu bangga dan bahagia, entahlah. Mungkin karena rakor kali ini berbeda dengan rakor-rakor sebelumnya. Kali ini tidak membahas soal program seremonial atau upacara wajib, tapi soal Gerakan Nasional Anti Kejahatan Seksual Terhadap Anak. Kerja bersama. Entahlah, mungkin karena baru-baru ni, di koran nasional Bengkulu jadi peringkat utama kekerasan seksual dan incest. Kita memang terbiasa bergerak jika persoalan di depan mata dan banyak orang tahu ya. Tapi setelahnya lupa dan mengabaikan lagi. Terus nanti jadi headline lagi, baru buat gerakan lagi. Tapi, bukankah saya tidak boleh lagi sedepresif itu. Semoga memang langkah baik. Dan acara ini tidak sekedar ceremonial dan pencanangan belaka. Semua orang harus khawatir. Dan tahu bahwa kejahatan seksual terlebih pada anak, bukan sekedar wacana dan isu panas yang kemudian bisa di redam dan hilang jadi uap ataupun abu. Bukan. Dia seperti jamur yang akan terus menyebar tanpa ampun. Tanpa perhatian khusus dari pihak pemerintah dan lapisan masyarakat, persoalan kekerasan seksual akan terus berkembang, dan korban akan terus berdatangan. Lalu,kita masih saja asik dengan penandatangan komitmen dan pencanangan tanpa ada tindak lanjut setelah acara ceremonial berakhir. Bukankah semua harus bersinergi, dan untuk mencapainya, memang dibutuhkan kerja keras.
'Lak, ini rapat dibuat memang sudah rencana jauh-jauh hari atau karena Headline surat kabar kemaren sih?' Tanyaku pada ela yang juga hadir sebagai perwakilan dari lembaga. 'Cak idak tahu tobo ko bae. Cak nyo iyolah, ambo jugo aneh. Tapi semogalah idak pencanangan-pencanangan ajo' kata-katanya terdengar menyemangati diri sendiri. Dan memang begitulah seharusnya fungsi lembaga pemerintah, yang memfasilitasi semua pihak untuk bekerjasama, karena kedudukan yang sangat startegis untuk mengumpulkan banyak orang. Bahkan mengerahkan seluruh masyarakan untuk terlibat, bukankah itu fungsi sebenar-benarnya nereka ada sdisitu. Ya,kali ini saya sedang tidak ingin membahas hal itu, saya ingin membahas perjalanan rapat yang sepertinya memakan waktu yang cukup pendek untuk pengeluaran yang cukup besar. (Saya memang suka negatif ya,kalau sudah ngomongin pekerja sipil negara).
Rapat dibuka oleh pengantar ibu Dyah, kepala Badan P3A, mengapa hadir disini dan membahas ini. Benar saja, ini terkait soal headline di surat kabar, dan sepetinya dari pusat sudah menghubungi beliau secara pribadi mempertanyakan hal ini. Lalu dilanjutkan oleh bapak sekretaris daerah dan dilanjutkan oleh forum yang mau menyuarakan argumen, gagasan, dan masukan-masukan terkait acara ini.
Ya seperti biasa, dan pendapat yang saanga biasa dab bias sekali. Jadi sepenangkap saya sepanjang rapat, inti dari sumber kejahatan seksual dan inses itu adalah 'ketidakwarasan pelaku'. Dan 'ketidakjujuran para ibu' saya juga tidak paham maksud yang di sampaikan orang-orang ini. Saya sudah mencoba untuk menangkap gagasannya, tapi memang tidak ada gagasan di dalamnya hanya tuduhan dan kemungkinan-kemungkinan. Yang paling aneh, seorang bapak dari lembaga adat, memberi komentar yang membuat semua orang bersuara brisik. Saya bingung dia menyampaikan itu. Karena pada intinya, yang menjadi persoalan, bahwa Bengkulu mendapat rangking satu kasus kekerasan seksual dan inses, dan semua orang yang hadir disitu sudah tahu. Tidak perlu melebar kemana-mana. Sebenarnya inti yang disampaikan bapak dari lembaga adat itu tidak ada, yang saya tangkap hanyalah, Kekerasan seksual terjadi karena 1. Yang punya kos-kosan seputar kampus tidak punya aturan tetap 2. Yang punya pacar suka nempel-nempel, dan terjadi kehamilan 3. Lokalisasi dan orang-orang didalamnya tidak segera ditangani dan di tutup, sehingga menyebar 4. Moral yang tergeser 5. Orang tua yang tidak was-was 6. Hotel yang didekat rumahnya kalau sudah jam 10 malam itu banyak sekali anak perempuan yang pakek celana pendek dan rok pendek dan seterusnya dan seterusnya. What the hell!!!

Lalu dilanjutkan dengan bapak yang sudah lumayan tua, saya lupa beliau darimana, tapi saya ingat betul dia bilang apa 'begini, saya pernah menangani lokalisasi. Kita lucu ya, kalau berbicara estetikan dan etika ya lokalisasi wajib ditutup, tapi jika berbicara logika, fakta no. Kita masih jauh disana. Kalau melihat perda nomor 14 tahun berapa saya lupa, itu kayaknya wah sekali. Penutupan lokalisasi tidak hanya sekedar ditutup, tapi ada pemberdayaan dan berbagai pelatihan untuk penanggulangan, tapi faktanya? Saya hanya menghimbau untuk melihat fakta sosial secara nalar dan ilmiah, tidak sekedar komentar pribadi dan menuduh' Saya lihat bapak kepala adat itu angguk-angguk kepala, saya tahu anggukannya itu adalah anggukan tidak mengerti, hanya saja dia tidak bisa membantah dengan ilmiah. Dia cuma lihat satu sisi lalu nyimpulin keseluruhan. Mungkin menurut dia, persoalan ini cuma persoalan yang kurang penting untuk dimuat dalam rapat kordinasi semua elemen.

Elak mulai tenang, karena dia hampir nangis mendengar penyampaian bapak kepala adat tadi, dan beberapa orang juga tidak senang sepertinya. 'Ah, kau kurang tangguh lak hahaha' komentarku, menlihat betapa kesalnya dia dengan bapak kepala adat itu. Untung ada bapak yang sudah lumayan tua itu. Melegakan, paling tidak, masih ada yang waras di dalamnya.
Saya sudah berani untuk menerima betapa beragamnya pengetahuan dan pendapat orang. Kalau dulu, saya marah dan bisa nangis hanya mendengar celetukan dan komentar sembrono. Tapi tidak dengan sekarang, saya mengerti betapa daya tangkap dan nalar masing-masing orang untuk sampai pada pengertian dan penerimaan begitu macam-macam. Tapi toh,kita satu ruangan juga pada hari ini.

Rapat berakhir dengan pembacaan ulang SK penugasan kerja, saya melihat pembagian tugas yang begitu kerennya.  Penanggung jawab publikasi dinas perhubungan dan infokom, untuk keamanan wakapolda, polres dan polsek, sampai satpol pp. Penanggung jawab konsumsi seperti biasa ibu-ibu PKK, darmawanita dan lain-lainnya, kami kebagian di acara, penggalangan masa, dan alat-alat kampanye. Itu menyenangkan. Untuk persoalan dana langsung diserahkan ke kepala BI dan Bank-bank lainnya di provinsi Bengkulu. Saya melihat sebuah sistem bekerja pada tempatnya, semua digerakkan tanpa ada penolakan. Padahal tidak ada rapat penentuan, hanya langsung saja dibagikan. Lebih kayak kalimat perintah. Bukankah memang begitu seharusnya. Yang punya wewenang dan berhak seharusnya memang mensinergikan seluruh lini untuk bekerja sama, tapi ya itu tadi, perlu proses yang cukup panjang untuk sampai di titik ini.

Satu hal yang membuat saya mengerti, sepertinya diingatkan kembali, bahwa kekuatan media sangat berpengaruh besar untuk mencapai titik rakor ini. Isu dan fakta dinaikkan, koordinasi Kepala BP3A dan Gubernur, dan perintah langsung ke sekretaris daerah untuk menghubungi semua kepala badan, ormas, dinsos, dan lain-lain untuk duduk satu ruangan seperti hari ini. Dan rencana pencanangan GN-AKSA selesai dalam watu tidak kurang dari tiga jam.

Harapan terakhir saya, semoga pencanangan ini tidak hanya berakhir pada kata sambutan dan cap tangan di spanduk komitmen, tapi semua orang sadar, pemerintah sadar, saya sadar, aktifis sadar, bahwa kejahatan seksual adalah kejahatan kemanusiaan yang harus diselesaikan dengan kesungguhan.

Selamat malam anak-anak Bengkulu :)

Rabu, 15 April 2015
#Ruangtunggu

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aku Kembali

Surat pertama dalam perjalanan yang panjang

Kartu Ulang Tahun untuk Usia ke Sekian