Belajar Mendengar


Aku tak tahu, apa namanya. kusebut saja sebuah ruang yang pada masing sudutnya ada gelisah, sesak, dan gulana yang bergulung- gulung. ada mata yang selalu mengintip setiap kata yang ku ketik, ada debaran jantung yang selalu berdetak saat aku memikirkan kalimat apa yang tepat untuk membuka dan menutup. aku tak begitu paham, apa arti dari dinding- dinding yang secuilpun tak ada hiasan. hanya sebuah ruang, yang di dalamnya hanya ada aku dan keresanan- keresahan yang muncul sepagi ini. semoga tidak mengganggu.

iya, aku ingat kembali, percakapan- percakapan lewat media sosial dengan seorang guru, saat malam hampir saja larut dalam guyuran- guyuran hujan di langit jakarta. aku tahu, dia bukan solus yang baik untuk menumpahkan semua kebodohanku, dan pengakuan- pengakuan sederhana yang benar adanya. tapi kupaksa juga hati untuk bicara. bahwa sepertinya, dia harus setia menemani perbincangan ini. 

ini tentang tugas besar yang penyelesaiannnya dengan tuntutan dan pertanyaan yang sama bagi setiap manusia. ini tentang sebuah harap yang di idamkan seorang bapak yang sejak setahun lalu di serag stroke yang lumayan akut, ini tentang kemauan ibu yang ingin anaknya mendapatkan uang untuk segeramengurusi urusannya sendiri, tanpa perlu bergantung pada siapapun. ini tentang pertanyaa- pertanyaan sederhana dari seorang kakak yang berjuang mati- matian untuk menghidupi setiap orang dalam rumah kami, ini juga soal [ertanyaan dan tekanan dari semua pihak tentang kapan harus menamatkan diri dan apa selanjutnya yang harus kita kerjakan.

aku bukannya tidak mau, aku bukannya tidak bersedia mewujudkannya dengan segera untuk mereka, aku bukannya ingin memperlama dan mencari- cari alasan, tapi kebenarnanya ada pada hati. bagaimana semua orang harus mempertentangkan apa yang ia kerjakan, apa yang orang lain harapkan, dan apa sebenarnya yang hati inginka. sederhana, tugasku adalah mengkolaborasikan ketiganya, agar menjadi harapan yang tidak hanya menyenangkan hati orang lain, tapi juga menamatkan diri sendiri dengan cara yang harus kusepakai. ini bukan soal pembenaran dan perlawanan, ini soal apa yang sebenarnya masing- masing orang harapkan. bagaimana mewujudkan harapan orang lain, tanpa perlu mengorbankan siapa-siapa dan apa- apa.

kumulai saja dengan keluhan, dan aku tahu, seorang guru di seberang sana sedia sekali untuk mendengarkan. kuutarakan persoalan dengan kejujuran, bahwa sebenarnya, aku tak paham betul apa yang sedang ku kerjakan. hingga pada satu kalimat penting, yang aku tahu itu telak sekali harus ku kaji. aku kurang mendengarkan selama ini, aku terlalu mendominasi, aku terlalu memperdebatkan hal- hal yang tidak substantif atau mungkin aku selalu mempertanyakan apa- apa yang orang lain tidak tahu jawabannya, atau memang tidak ada jawabannya. hingga kesimpulan terakhir, aku dia kui mampu merumuskan persoalan- persoalan pelik sekalipun, apa lagi hanya persoalan analisis wacaa.

padahal sejujurnya, aku tak paham betul tugas ini, aku tak begitu akrab mengenalnya. aku tak begitu peka dalam mengkajinya, aku tak begitu mengerti pemaknaannya, tapi setiap orang yang kutanya, tidak pernah memberi jawaban yang jujur. mereka justru tertawa dan menganggap aku menguji mereka. sialan sebenarnya, tapi aku terlanjur di anggap mengerti.lalu justru mereka yang bertanya kembali. aku tambah bingung. guruku yang lain juga begitu, dia mengira saya paham betul akan setiap bahasan, sehingga apa yang ku tanyakan, dijawabnya seadanya. selalu dengan akhiran "ngertilah kamu itu". walau sebnarnya, itu menyakitkan. aku jadi bingung mau bertanya kelanjutannya.

hingga pada malam ini, kucoba bersabar mendengarkan setiap kata dari guru yang satunya lagi. dan sepertinya dia benar sekali, aku kurang mendengarkan. walau di akhiran, tidak pernah ada solusi yang harus ku kerjakan. 

saya harus mulai dari mengosongkan pikiran positif dan negatif, lalu tunduk pada bacaan, dan kajian. belajar mendengarka dan taati peraturan. untuk sementara itu dulu. nanti kalau sudah tuntas, kita lajutkan.
pada ruangan ini, kucoretkan sedikit angka- agka pada pertanggalan yang harus disepakati.jatuh pada Desember yang bisu, Desember yang sunyi, Desember yang masih dalam mimpi. semoga terkabul, semoga terwujud, semoga Tuhan menakdirkan hari baik untuk orang- orang yang sudah sabar menunggu, bahka untuk hatiku. 

Semesta bernyanyi ^^
( #lampujalan Jun/12 2014 )

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aku Kembali

Surat pertama dalam perjalanan yang panjang

Kartu Ulang Tahun untuk Usia ke Sekian