Belajar Mendengar
iya,
aku ingat kembali, percakapan- percakapan lewat media sosial dengan
seorang guru, saat malam hampir saja larut dalam guyuran- guyuran hujan
di langit jakarta. aku tahu, dia bukan solus yang baik untuk menumpahkan
semua kebodohanku, dan pengakuan- pengakuan sederhana yang benar
adanya. tapi kupaksa juga hati untuk bicara. bahwa sepertinya, dia harus
setia menemani perbincangan ini.
ini
tentang tugas besar yang penyelesaiannnya dengan tuntutan dan
pertanyaan yang sama bagi setiap manusia. ini tentang sebuah harap yang
di idamkan seorang bapak yang sejak setahun lalu di serag stroke yang
lumayan akut, ini tentang kemauan ibu yang ingin anaknya mendapatkan
uang untuk segeramengurusi urusannya sendiri, tanpa perlu bergantung
pada siapapun. ini tentang pertanyaa- pertanyaan sederhana dari seorang
kakak yang berjuang mati- matian untuk menghidupi setiap orang dalam
rumah kami, ini juga soal [ertanyaan dan tekanan dari semua pihak
tentang kapan harus menamatkan diri dan apa selanjutnya yang harus kita
kerjakan.
aku
bukannya tidak mau, aku bukannya tidak bersedia mewujudkannya dengan
segera untuk mereka, aku bukannya ingin memperlama dan mencari- cari
alasan, tapi kebenarnanya ada pada hati. bagaimana semua orang harus
mempertentangkan apa yang ia kerjakan, apa yang orang lain harapkan, dan
apa sebenarnya yang hati inginka. sederhana, tugasku adalah
mengkolaborasikan ketiganya, agar menjadi harapan yang tidak hanya
menyenangkan hati orang lain, tapi juga menamatkan diri sendiri dengan
cara yang harus kusepakai. ini bukan soal pembenaran dan perlawanan, ini
soal apa yang sebenarnya masing- masing orang harapkan. bagaimana
mewujudkan harapan orang lain, tanpa perlu mengorbankan siapa-siapa dan
apa- apa.
kumulai
saja dengan keluhan, dan aku tahu, seorang guru di seberang sana sedia
sekali untuk mendengarkan. kuutarakan persoalan dengan kejujuran, bahwa
sebenarnya, aku tak paham betul apa yang sedang ku kerjakan. hingga pada
satu kalimat penting, yang aku tahu itu telak sekali harus ku kaji. aku
kurang mendengarkan selama ini, aku terlalu mendominasi, aku terlalu
memperdebatkan hal- hal yang tidak substantif atau mungkin aku selalu
mempertanyakan apa- apa yang orang lain tidak tahu jawabannya, atau
memang tidak ada jawabannya. hingga kesimpulan terakhir, aku dia kui
mampu merumuskan persoalan- persoalan pelik sekalipun, apa lagi hanya
persoalan analisis wacaa.
padahal
sejujurnya, aku tak paham betul tugas ini, aku tak begitu akrab
mengenalnya. aku tak begitu peka dalam mengkajinya, aku tak begitu
mengerti pemaknaannya, tapi setiap orang yang kutanya, tidak pernah
memberi jawaban yang jujur. mereka justru tertawa dan menganggap aku
menguji mereka. sialan sebenarnya, tapi aku terlanjur di anggap
mengerti.lalu justru mereka yang bertanya kembali. aku tambah bingung.
guruku yang lain juga begitu, dia mengira saya paham betul akan setiap
bahasan, sehingga apa yang ku tanyakan, dijawabnya seadanya. selalu
dengan akhiran "ngertilah kamu itu". walau sebnarnya, itu menyakitkan.
aku jadi bingung mau bertanya kelanjutannya.
hingga
pada malam ini, kucoba bersabar mendengarkan setiap kata dari guru yang
satunya lagi. dan sepertinya dia benar sekali, aku kurang mendengarkan.
walau di akhiran, tidak pernah ada solusi yang harus ku kerjakan.
saya
harus mulai dari mengosongkan pikiran positif dan negatif, lalu tunduk
pada bacaan, dan kajian. belajar mendengarka dan taati peraturan. untuk
sementara itu dulu. nanti kalau sudah tuntas, kita lajutkan.
pada ruangan ini, kucoretkan sedikit angka- agka pada pertanggalan yang harus disepakati.jatuh
pada Desember yang bisu, Desember yang sunyi, Desember yang masih dalam
mimpi. semoga terkabul, semoga terwujud, semoga Tuhan menakdirkan hari
baik untuk orang- orang yang sudah sabar menunggu, bahka untuk hatiku.
Semesta bernyanyi ^^
( #lampujalan Jun/12 2014 )
Komentar
Posting Komentar