Rasanya, aku pernah memiliki kenanagan buruk dengan menulis. Bodohnya, aku benar-benar lepas kendali, dan menghapus semua catatan. tanpa sisa sama sekali. Setelah bertahun-tahun, aku baru sadar, bahwa aku tidak memiliki apa-apa selain catatan. Hanya itu yang aku bisa. dan itu juga yang aku hilangkan. Saat itu, mungkin aku benar- benar putus asa. Rasanya, ada yang membuncah, pecah. aku kehilangan diri ku. diganti kesedihan demi kesedihan dan aku tidak lagi berani mencatat apa-apa. Padahal, cita-cita ku sejak 15 tahun lalu adalah menjadi penulis, menjadi wartawan. Entah fase apa yang ku lewati waktu itu, mungkin patah hati, mungkin kebingungan saat tau bahwa dunia tidak semudah pelajaran- pelajaran kuliah. tidak semudah perdebatan- perdebatan di ruang kelas dan di komunitas. bahwa dunia tidak semudah itu. Aku menemukan diriku yang kacau balau, lalu memilih jalan yang aku tidak tau, ke arah mana. entah ke jalan apa. Tidak ada petunjuk apa-apa. aku tidak memberi nama pada keputus-asaa...
Ma, sepertinya aku punya alasan yang cukup kuat malam ini untuk menulisimu lagi. hanya dari jauh, aku bisa mencatatkan. Betapa dekatnya kita. aku tidak cukup berani untuk membacakan puisi di depanmu. Karena aku tahu, kau sangat cengeng dalam hal ini. aku ingat, betapa kau tak ingin aku pergi, dan dengan terpaksa mengiklaskan. Karena kau juga percaya, aku sudah cukup dewasa dan bijaksana dalam memutuskan sesuatu yang menurutku penting. Aku tahu, kita biasa duduk bersama dalam waktu yang cukup lama, dan menikmatinya dengan diam. Saling menatap, tersenyum dan kau tahu, betapa hangatnya pelukanmu. Dan dari sini, jelas sekali kurasakan, betapa sebenarnya aku jadi cengeng saat malam-malam yang sendu. Aku tak bisa dengan mudahnya memanggilmu untuk tidur didekatku dan memelukku erat. Dan malam ini, aku begitu gigil menahan rindu. Aku sudah cukup dewasa kan ma? Aku tidak ingin selalu jadi cengeng. Karena di dekatmu, aku selalu nyaman untuk terlihat jadi perempuan kecil. Dan satu-satunya ca...
sumber: twitter Kevin Sucianto @ KSUC Mengapa saya # StopPerkawinanAnak Penulis selesai pembacaan putusan penolakan permohonan Usia Minimum Perkawinan Anak Sidang putusan permohonan anak terkait "Usia Minimum Perkawinan Anak Perempuan" yang berlangsung kemaren (18/06) di Mahkamah Konstitusi membuat masyarakat kecewa. Penolakan permohonan usia perkawinan anak (dari 16 tahun menjadi 18 tahun) sama sekali tidak bisa diterima begitu saja. beragam persoalan yang sudah diuraikan dengan baik oleh seluruh pemohon dalam laporan atas permohonan usia minimum perkawinan anak perempuan menjadi 18+ tidak membuka mata,hati,pikiran dan kerealistisan para hakim Konstitusi. kalian bisa cek hasil putusannya disini: http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/putusan/30-74_PUU-XII_2014.pd Siapapun yang membaca, sepanjang dia berintelektual, bernurani, berpikir dan netral, pasti mengerti kenapa usia 16+ belum layak menjadi usia min...
Komentar
Posting Komentar