Dan mungkin saja cinta

Malam ini, saya seperti  merasakan sesuatu yang lain. malam begitu larut, dan kata-kata semakin tidak karuan. Saya belum menemukan kalimat yang baik untuk menyampaikan keinginan, atau saya memang kurang pandai dalam hal ini. Tetapi orang lain begitu percaya bahwa saya paling ahli.  Saya mulai mencatat apa saja yang terlintas dari pikiran dan pandangan saya. Seperti rindu, senyuman, film, buku, tulisan, meja, tidur, kabel, handphone, gelang, makan, iseng, Barbie,  selimut, tas, dompet, dinding, dan mungkin saja cinta. Saya seperti merasakan kehadiran seseorang dengan jarak yang tak terhingga. Dari kesunyian, saya melihat kata-kata berserakan. Saya tangkap satu persatu, menumpukkannya pada kata-kata yang sudah saya kumpulkan sebelumnya. Saya tarik kata piala, buku, lampu, langit, pena, kertas, foto, toples, gitar, jaket, motor, tisu, kalung, dan mungkin saja cinta.

Sudah saya coba untuk mengingat kata-kata lain, agar tidak bertabrakan di angkasa. Saya mencoba untuk mengumpulkannya lebih banyak. Saya tarik kembali lagi kata lelah, jengah, resah, marah, gerah, darah, basah, jarah, dan ah, mungkin juga cinta.

Semakin banyak saya menarik dan menyimpannya, semakin pikiran saya berkejar-kejaran mencari kata cinta. Muncullah dia sesukanya, meresahkan jiwa raga dan membuat saya jadi tak menentu. Saya sudah mencoba mencari kata-kata lain yang tak kalah lebih menarik dan cantik. Tapi cinta sepertinya begitu istimewa. Tak ada alasan yang absah untuk menjelaskan mengapa kata itu bermunculan lebih banyak dari kata yang lain. saya tersendat, jika menahannya lebih lama untuk tak saya simpan ataupun saya ucapkan. Sepertinya memang tidak perlu ada penjelasan untuk itu.

Kata-kata yang beterbangan semakin banyak, saya tangkap kali ini dengan sedikit lebih berlelah, saya tangkap kata lari, mati, cari, nyali, laci, basi, kasti, tari, dasi, maki, kali, jari, dari, nasi, ubi, dan lagi-lagi cinta. Saya sudah coba untuk memikirkan kata apa saja yang harus saya pungut, dan sekuat saya untuk  tidak memungut cinta, tapi entahlah. Udara seperti berhembus dengan sengaja. Membawakan kata cinta sebanyak-banyaknya. Sesak di dada dan raga kalau saya tak memungutnya. Dan saya ambil juga, saya simpan sesembunyi mungkin lalu saya biarkan angkasa gelap gulita, karena cinta begitu menyerap cahaya.

Terserah kau mau percaya atau tidak sama sekali, toh nyatanya saya sedang tak minta diyakini. Saya percaya saja, bahwa cinta begitu setianya ingin disembunyikan. Padahal saya tidak punya kamar rahasia. Hanya punya kotak yang kayu dan terukir namamu, kumasukkan sebanyak mungkin cinta yang berhamburan. Hanya kuletakkan. Tidak kusimpan. Karena menyimpan kotak kayu yang terukir namamu dan cinta di dalamnya sama saja membiarkan ragaku lelah dan menderita. Saya tidak aka menyembunyikan apa-apa.

Saya pungut kata-kata baru yang muncul, rindu, jarak, waktu, ruang, mimpi, dan pemilik sepi. kali ini, cinta tak muncul, karena saya  sedang mempertimbangkan bagaimana menyenangkan dan memilukannya mencintaimu. Bagaimana tiak menyenangkannya menunggu Tuhan memberi kesempatan. Dan bagaimana berjuangnya untuk kembali jatuh cinta.

( #lampujalan , 00: 28 WIB/ 23 Maret 2015 )

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aku Kembali

Surat pertama dalam perjalanan yang panjang

Kartu Ulang Tahun untuk Usia ke Sekian