Dia

Laki-laki yang sejak setahun lalu, membiasakan diri berdiam di Rumah itu adalah bapakku. Bukan karena di suka bermalas-malasan atau dia mau menikmati sisa-sisa usia yang sudah menua, tapi karena penyakit saraf yang biasa orang-orang pintar itu bilang struk, menggodanya sejak malam natal ditahun yang lalu.

Ia, sebenarnya dia tidak betah sekali berdiam diri, menghabiskan seluruh tayangan televisi sejak matahari kembali hingga malam berganti begitu saja. Sesekali Dia rebahkan diri pada kursi plastik yang hijau dan bersantai melupakan pedihnya tidak bisa menafkahi.

Iya, dia laki-laki pekerja keras sebenarnya. Yang memenuhi setiap kebutuhan anak dan istri dengan tidak kekurangan sedikitpun, karena apapun yang kuminta, dia bisa penuhi dengan janji”besok atau lusa kita beli ya”.

Sebenarnya ada duka yang menyayat yang membuat aku harus mencatatnya dalam kata dan rasa. Karena dia sungguh-sungguh terasa sekali, pun hingga kaki dan tangannya tak terkendali, dia masih mau melakukan hal-hal yang dia tak bisa lakukan, hanya seorang diri.

Kadang-kadang, kulihat Dia juga menangis lewat doa dan petuah. Aku tahu betul,dia mau mengajakku berkeliaran sepanjang jalan dan pasar malam. Ia tahu,kalau anak-anak perempuannya ingin sekali di manja lewat boneka.

Ah, ini bukan kesialan atau yang sering saudara-saudaranya katakan. Ia, ini bukan kutuk dan dosa yang belum tuntas, tapi soal dia memang sudah tua. Ku syukuri saja, bahwa Tuhan memberinya waktu beristirahat lebih cepat dari biasanya.

Ia, itu cara Tuhan yang tak sanggup orang-orang lihat dan begitulah caraku mensyukurinya. Bahwa Tuhan memberinya waktu istirahat lebih cepat. Kalau begitu, bukankah lebih baik untuk memberinya kerjaan dan pikiran,agar dia bisa bahagia. Dia suka sekali memikirkan ha-hal yang berat. aih, bahkan soal pesawat malaysia yang hilang saja dia permasalahkan. Tapi tidak baik juga untuk koneksi saraf-saraf dan ototnya. Aku tidak suka kalau dia mulai memikirkan yang tidak perlu dia pedulikan.

Karena Tuhan memberi waktunya untuk mengistirahatkan diri, jadi tidak perlu mengurusi negara ini. Sering sekali,itu juga yang jadi bahan pertengkaran, saat sesuatu yang tidak perlu justru dipaksanya dibahas hingga tuntas.

Dia, laki-laki yang punya mimpi sederhana, bisa bangun tiap pagi dengan cinta yang sama.
Ah, ia. Dia itu bapakku.

#RumahPerteduhan #LorongBaca #KamarTakBernomor #LampuJalan
Mar/19 2014

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aku Kembali

Surat pertama dalam perjalanan yang panjang

Kartu Ulang Tahun untuk Usia ke Sekian